Minggu, 24 Juli 2011

Tuntunan Nabi Dalam Memilih Pasangan

Wanita itu dinikahi karena empat pertimbangan, kekayaannya, nasabnya, kecantikannya dan agamanya. Pilihlah wanita yang beragama niscaya kalian beruntung. (H.R. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah) Dalam hadist tersebut Nabi Muhamad Shalallahu Alaihi wa Salam memberikan tuntunan kepada kita agar memilih pasangan yang memiliki agama, maka kalian akan beruntung, fadzfar bizatiddin, taribat yadaka. Hadis itu tidak menyebut fadzfar mutadayyinatan (orang beragama) tetapi bidzatiddin, orang yang memiliki agama. Kata dzatiddin disini mengandung arti substansi (jauhar) atau sifat (ardl) , jadi wanita atau pria yang dzatiddin adalah orang yang beragama secara substansial atau dapat dilihat sifat-sifatnya sebagai orang yang mematuhi agama





Lalu apa substansi agama itu? secara vertikal orang yang memilih agama itu mengimani, meyakini sepenuhnya adanya Allah Sang Pencipta Yang Maha besar, Maha Adil, Maha Pemurah, Maha Pengampun, oleh karena itu sebagai manusia dan juga hamba Allah, ia tidak sanggup untuk sombong & sewenang-wenang. Secara horizontal orang yang beragama secara substansial akan berusaha secara maksimal menjadikan dirinya memberikan kemanfaatan maksimal kepada sesama karena tahu fungsi dan peran dirinya adalah pengejawantahan kasih sayang Allah bagi semesta alam.





Nah, bayangkan bila memiliki suami atau isteri yang karakteristik keberagamaannya seperti itu tentu saja janji Rasul akan terbukti, yakni memperoleh keberuntungan. Wanita atau pria bizatiddin, belum tentu yang lulusan sekolah agama karena hal itu baru indikator lahir. Karakteristik bidzatiddin akan terasa dalam berkomunikasi, dalam berinteraksi, yakni subtansi agamanya akan terasa menyejukkan, menenteramkan, membangun semangat, menumbuhkan etos , mengagumkan. Dalam realita kehidupan ada orang yang beragama lebih menonjolkan syari’at lahir sehingga agamanya nampak gebyar-gebyar tetapi setelah sering berkomunikasi, lama berinteraksi dan berkali-kali bertransaksi, lama-kelamaan gebyar-gebyar agamanya tidak bisa diapresiasi, hilang kekaguman, hilang respek, meski tidak sampai menjadi musuh. Sebaliknya ada orang yang nampaknya sangat sederhana keberagamaannya tetapi setelah lama berkomunikasi dan berinteraksi, kekaguman muncul, sangat respek dan menjadi sumber inspirasi dalam menghayati keindahan hidup.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar